Medan, NetNews.co.id – Pengadilan Tinggi (PT) Medan, Senin (27/10/2025), digeruduk massa dari Aliansi Masyarakat dan Mahasiswa Peduli Keadilan. Massa menuntut agar Ketua Pengadilan Tinggi Medan memeriksa dugaan pelanggaran etik dan penyalahgunaan wewenang yang dilakukan hakim Pengadilan Negeri (PN) Medan dalam penanganan perkara korupsi di Dinas PUPR Kabupaten Nias Selatan.
Aksi yang dipimpin Farhan Pratama sebagai koordinator lapangan itu berlangsung di depan Kantor PT Medan di Jalan Ngumban Surbakti No. 38A, Medan. Dalam orasinya, Farhan menyebut maraknya praktik penyalahgunaan wewenang di lembaga peradilan telah merusak kepercayaan publik terhadap penegakan hukum di Indonesia.
“Praktik manipulasi hukum seperti suap, jual beli kasus, hingga pemalsuan bukti sudah semakin merajalela. Proses hukum sering diarahkan untuk mencari tumbal, bukan keadilan,” ujar Farhan di hadapan massa.
Farhan menuding adanya intervensi politik dalam proses hukum yang menyebabkan pihak tidak bersalah menjadi korban. Ia mencontohkan kasus Bazisokhi Buulolo, terdakwa perkara dugaan tindak pidana korupsi dengan nomor perkara 61/Pid.Sus-TPK/2025/PN.Mdn, yang disebut menjadi korban rekayasa hukum.
Menurut Farhan, majelis hakim yang dipimpin M. Nazir, SH, MH dalam perkara tersebut dinilai tidak independen karena mengabaikan fakta-fakta persidangan yang membuktikan bahwa terdakwa tidak bersalah. Ia menuding ada dugaan “jaringan terorganisir” antara jaksa penyidik dan hakim dalam proses persidangan.
“Kami menilai ada permainan antara jaksa dan hakim dalam kasus ini. Putusan yang dijatuhkan tidak sejalan dengan fakta di persidangan. Ini jelas merusak integritas lembaga peradilan,” tegasnya.
Dalam aksi tersebut, massa mendesak Ketua Pengadilan Tinggi Medan serta Hakim Tinggi Pengawas Daerah (Hatipda) untuk segera memeriksa hakim yang menangani perkara Bazisokhi Buulolo dan memberikan sanksi tegas bila terbukti melanggar etik. Mereka juga meminta agar PT Medan meninjau kembali putusan yang dianggap sarat rekayasa dan diskriminatif, karena hingga kini salinan putusan belum diserahkan kepada penasihat hukum maupun keluarga terdakwa, sementara jaksa sudah menerimanya.
Aksi tersebut sempat menarik perhatian aparat keamanan dan pengguna jalan. Namun situasi tetap kondusif setelah Hakim Tinggi Syamsul Bahri, SH, MH, menerima perwakilan massa. Ia menyatakan akan menindaklanjuti laporan yang disampaikan terkait dugaan ketidakprofesionalan hakim PN Medan.
“Kami akan pelajari dan tindaklanjuti laporan ini sesuai prosedur yang berlaku,” ujar Syamsul Bahri di hadapan massa aksi.
Sementara itu, Yuni Mendrofa, istri terdakwa Bazisokhi Buulolo, yang turut hadir dalam aksi, menyampaikan kekecewaannya terhadap majelis hakim. Ia mengaku suaminya dijatuhi hukuman tiga tahun penjara tanpa bukti kuat.
“Semua saksi di persidangan menyatakan pekerjaan sudah sesuai. Tidak ada yang menyebut suami saya bersalah. Tapi hakim tetap memvonis tiga tahun dan sampai sekarang salinan putusan belum kami terima,” ungkap Yuni dengan nada kecewa.
Massa aksi menegaskan bahwa tujuan mereka adalah menuntut tegaknya keadilan dan memastikan agar lembaga peradilan tidak lagi menjadi sarana untuk memperjualbelikan hukum. Mereka berjanji akan terus mengawal proses hukum ini hingga ada kejelasan dan tindakan nyata dari Pengadilan Tinggi Medan.
(Red)